Friday, August 14, 2009

Tiga Perempuan Dan Tiga Cerita Pagi

[Perempuan I]

Aku yang bernama perempuan
Setiap hari bangun sebelum ayam berkokok
Bergegas menyalakan kompor untuk kemudian memasak nasi dan lauk pauk untuk suami dan anak-anakku.
Semuanya harus siap sebelum pukul lima pagi.
Sebelum pukul enam aku harus sudah berangkat mengais rejeki dengan menjadi buruh rokok.
Begitu juga suamiku yang harus segera narik angkot.
Sembari memasak nasi, aku teringat bahwa hari ini Si Budi harus membayar uang seragam olahraga di sekolah menengah pertama yang baru saja Ia masuki.
Belum lagi Lina si bungsu yang harus membayar uang buku.
Pendidikan semakin mahal saja.
Meski SPP-nya gratis, uang buku dan seragam harganya tetap selangit.
Belum lagi kalau ada praktek ini dan itu.
Mengurus beasiswa rumitnya minta ampun.
Harus ke kantor ini dan itu.
Ditanya surat ini dan itu…
Namun meski berat, itu semua tidak jadi soal.
Yang penting anak-anakku bisa terus sekolah.
Mengenyam pendidikan setinggi-tingginya
Jadi orang baik-baik dan tidak menyengsarakan orang lain.
Dan yang terpenting, bernasib lebih baik dari orangtuanya.
Ayam jantan sudah berkokok.
Kujerang air dan kuseduh kopi untuk suamiku.
Kubangunkan suami dan anak-anakku agar segera bersiap.
Kuambil air wudhu.
Memohon pada-Nya agar hari ini keluargaku diberkahi rezeki yang halal.
Memohon agar suamiku selamat di dalam menjalani pekerjaannya.
Memohon agar anak-anakku bisa menjadi anak yang berguna bagi bangsa dan Negara.
Agar sekolah tak lagi mahal…
Agar harga kebutuhan pokok serta BBM tidak terus naik…
Agar Pemimpin negeri ini tidak melupakan nasib rakyat kecil seperti keluarga kami dan jutaan keluarga lain yang bernasib serupa dengan kami di Tanah Air…
Lalu kututup ibadah pagiku dengan limpahan puji dan syukur kepada-Nya Sang Pemilik Hidup…
Kadang semua ini terasa berat.
Namun aku percaya bahwa suatu saat nasib baik akan berpihak pada kami.
Rencana-Nya selalu indah.
Yang penting bagi kami, di hati tak boleh ada rasa benci…

[ Perempuan II ]

Aku yang bernama perempuan
Setiap hari bangun pukul enam pagi.
Kubangunkan suami dan anak-anakku agar mereka tidak terlambat pergi sekolah dan bekerja.
Setelahnya aku akan pergi ke dapur.
Memastikan sarapan pagi dengan menu empat sehat lima sempurna telah disiapkan dengan baik dan benar oleh asisten rumah tangga.
Aku tidak ingin suami dan anak-anakku kekurangan nutrisi sehingga tidak bersemangat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Setelahnya kami menikmati sarapan bersama-sama di ruang makan.
Berbincang tentang rencana –rencana hari ini.
Suamiku ternyata harus pulang terlambat malam ini. Ada rapat direksi, katanya.
Si Sulung berkata bahwa hari ini Ia akan menghadapi ujian untuk masuk kelas akselerasi.
Si Bungsu yang masih duduk di taman kanak-kanak beceloteh riang tentang rencana jalan-jalan ke planetarium bersama sekolahnya yang spp tiap bulannya hampir sama dengan gaji pegawai negeri kelas satu di Indonesia.
Setelah sarapan pagi, kuantar mereka sampai ke depan pintu.
Suamiku mengecup keningku.
Aku mencium pipi anak-anakku.
Sopir keluarga kami membukakan pintu dengan hormat untuk suami dan anak-anakku.
Aku tersenyum manis dan melambaikan tangan dengan dramatis untuk mereka .
Potret keluarga yang indah, bukan?
Para tetangga selalu iri akan betapa ideal dan harmonisnya keluarga kami…
Kemudian kututup pintu.
Ah… setelah ini waktu untuk diriku sendiri.
Hari ini jadwalku telah padat oleh janji dengan salon dan spa langganan.
Setelahnya janji makan siang dengan teman-teman arisan untuk makan siang di Bistro.
Ditutup dengan belanja make-up di Senayan City.
Bedak dan lipstick Dior-ku sudah hampir habis…

[Perempuan III]

Aku yang bernama perempuan
Setiap pagi selalu bangun sebelum pukul delapan pagi.
Bergegas untuk ke kamar mandi, mencuci muka dan menyikat gigi.
Menyeduh kopi kemudian menyalakan MP3.
Menjelang pukul sepuluh aku akan berangkat menuju tempat bekerja.
Mengurus nasib para perempuan yang tertindas.
Yang disiksa oleh suaminya sendiri, lahir maupun batin.
Yang mendapatkan pelecehan seksual oleh rekan sepekerjaannya.
Yang gajinya tidak dibayarkan oleh majikan mereka sebagaimana mestinya…
Dan segudang masalah lain yang dari hari ke hari kian menyayat hati nurani.
Kopi pagiku telah siap.
Aku menikmatinya sembari membaca koran pagi di teras rumah mungil yang kutempati sendiri.
Kubuka halaman demi halaman.
Halaman pertama dihiasi dengan berita politik negeri yang carut marut dan berisi sekarung janji palsu para petinggi negeri.
Beralih ke halaman kedua, tentang penyiksaan TKW di Negara tetangga yang hingga kini kasusnya belum diusut secara tuntas.
Halaman ketiga, tentang demonstrasi para buruh rokok yang minta naik gaji.
Oh negeriku…
Aku membatin dalam hati.

Di negeri yang memiliki sebutan Ibu Pertiwi ini, mengapakah kesejahteraan perempuan yang notabene suatu saat (jika mereka memang memilih) akan menjadi seorang Ibu begitu terabaikan?

Kemanakah perginya pasal-pasal dalam undang-undang yang menggaungkan tentang hak dan kesejahteraan rakyat?

Terbeli oleh uang dan kekuasaan-kah mereka???

Tiba-tiba aku merasa mual.
Mual sekaligus muak.
Maka kututup koran pagi ini.
Tiba-tiba aku sudah tidak bernafsu untuk membacanya lagi.
Aku hanya ingin minum kopi sembari mendengarkan Paul Mc.Cartney…
Lalu mandi dan sarapan pagi.
Kemudian bersiap menjalani hari.


[mlg.050809.03.44.]
by satyavati; perempuan yang setiap pagi bangun tidur, tidur lagi... :D

1 comment:

  1. it's a nice one..
    lugas untuk realita dan fakta..
    dalam..

    "perempuan yang setiap pagi bangun tidur, tidur lagi.. berhak untuk tetap punya hari, sarapan pagi, dan terus mengharap hari"

    salam diantara kata..

    ReplyDelete